SANGKAR MADU; teater dokumenter tentang buruh migran
Siaran Pers
Di bulan Juni 2013 ini, Teater Garasi Yogyakarta akan mementaskan dua karya seniman-senimannya yaitu “Sangkar Madu” di Erasmus Huis (1 Juni 2013) dan The Japan Foundation (3 Juni 2013), dan ”Endgame” di Salihara (28-30 Juni 2013). Siaran pers ini untuk mengabarkan pertunjukan “Sangkar Madu”.
SANGKAR MADU
Teater Garasi dan Tifa Foundation mempersembahkan:
Karya inisiatif dari B. Verry Handayani berkolaborasi dengan Andri Nur Latif, Banjar Tri Andaru Cahyo, Ega Kuspriyanto, Elisabeth Lespirita Veani, Erwin Zubiyan, Febrianus Anggit Sudibyo, Febrinawan Prestianto, Gading Narendra Paksi, Irfanuddien Ghozali, Lusia Neti Cahyani, JDM. Meko Mana, Nailil Muna, Nesia Putri Amarasthi, Syamsul Islam, Siti Fauziah, Tita Dian Wulansari.
Pertunjukan:
1. Sabtu, 1 Juni 2013
Pukul 19.00
Di Auditorium Erasmus Huis
Jl. HR Rasuna Said Kav. S-3
Jakarta 12950
HTM Rp 25.000
2. Senin, 3 Juni 2013
Pukul 19.00 dilanjutkan diskusi
Di Hall The Japan Foundation
Gd. Summitmas I, 2-3F
Jalan Jenderal Sudirman, Kav. 61-62
Jakarta Selatan 12190
Informasi dan reservasi: Teater Garasi 085 7475 32000
Tentang SANGKAR MADU
“Sangkar Madu” adalah sebuah proyek teater dokumenter* yang mengangkat isu buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Diangkat berdasarkan penelitian tim Teater Garasi di salah satu desa di Kulon Progo, Yogyakarta, di mana 80% penduduknya adalah atau pernah menjadi buruh migran. Proyek ini merupakan inisiasif seniman Teater Garasi, Verry Handayani yang didukung oleh Yayasan TIFA.
Karya ini didukung oleh seniman dan aktor-aktor muda Yogyakarta di bawah bimbingan Verry Handayani. Sebelum dipentaskan di Jakarta, karya ini sudah dipentaskan di Teater Garasi Yogyakarta (25 dan 26 April 2013), dan Desa Gogodeso, Blitar (1 Mei 2013).
Jika selama ini isu buruh migran lebih banyak dititikberatkan kepada advokasi atas kasus yang dialami buruh migran, maka proyek ini mencoba melihat bagaimana buruh migran beroperasi sebagai subyek/agen budaya yang mendapatkan modal budaya, pengetahuan, dan keterampilan selama menjadi buruh migran dan bagaimana mereka memanfaatkan modal ini setelah kembali ke tanah air. Dengan fokus pada sisi budaya, proyek ini hendak mempelajari pula bagaimana subyek buruh migran mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang potensial untuk keberdayaan personal dan sosial mereka.
Penentuan fokus penelitian yang kemudian tergambar dalam pertunjukan ini ditemukan melalui pertemuan dengan banyak pihak di antaranya Anis Hidayah (Migrant Care), Yohanes B. Wibowo (I-WORK), para pekerja film dokumenter (Aryo Danusiri, Dita Caturani, Yuli Andari Merdekaningtyas), juga hasil penelitian dari tim peneliti Program Sosial Humaniora, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia yang berjudul “Migrasi dan Identitas Budaya: Pemerolehan Modal Budaya Pekerja Migran Asal Indonesia” dan diskusi dengan sebagian dari mereka (Prof. Dr. Melani Budianta, Asri Saraswati, M.Hum, dan Dr. Risa Permanadeli).
*) Tentang Teater Dokumenter
Teater dokumenter adalah suatu moda pendekatan penciptaan teater yang mencoba mengangkat isu-isu sosial di suatu masyarakat tertentu ke atas panggung. Karya teater dokumenter dicptakan berdasarkan dan mengolah fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dalam sebuah penelitian, seperti transkrip wawancara, catatan dokumentasi proses, surat-surat , laporan keuangan bank, pernyaan-pernyataan resmi lewat radio atau televisi, foto-foto, dan bentuk-bentuk dokumen lainnya. Secara perwujudan, teater dokumenter bisa menggunakan sepenuhnya atau sebagian dari hasil penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan sejarahnya, teater dokumenter sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 1930-an dan masih berlangsung sampai sekarang. Salah satu karya teater dokumenter yang cukup fenomenal di jamannya adalah “The Investigation” karya Peter Weiss, seorang penulis dan filmmaker Jerman. “The Investigation” adalah sebuah naskah yang ditulis di tahun 1965 yang menggambarkan pengadilan Auschwitz Frankfurt.
Salah satu teknik yang kerap digunakan dalam teater dokumenter adalah Teknik Verbatim. Teknik verbatim adalah suatu teknik yang mencoba menirukan sepersis mungkin bagaimana cara berbicara orang yang diwawancarai. Ini artinya, termasuk nada bicara, timbre, jeda, interjeksi, dan intonasi menjadi bagian dari peniruan itu. Salah satu aktris Amerika yang menggunakan teknik verbatim ini adalah Anna Deavere Smith. Di dalam salah satu karya monolognya yang berjudul “Four American Characters”, Anna Deavere Smith menunjukkan kepiawaian teknik verbatimnya memainkan 4 tokoh yang berbeda.
“Sangkar Madu” sebagai sebuah pertunjukan teater dokumenter tentang buruh migran, juga menggunakan teknik verbatim dalam karya penciptaannya. Para aktor akan memainkan karakter-karakter yang ditemui dalam hasil penelitian di desa Jangkaran, Kulon Progo, Yogyakarta. Beberapa karakter adalah mantan buruh migran, sementara karakter-karakter yang lain adalah penduduk Jangkaran yang secara langsung berhubungan dengan para buruh migran ini.
Latar Penciptaan SANGKAR MADU (Pernyataan Seniman)
Isu perempuan buruh migran yang sejak kemunculannya di tahun 80-an terus menuai persoalan yang tak kunjung selesai, yang beberapa bulan terakhir kembali saya masuki, membawa saya kembali pada proyek teater yang saya buat di tahun 2008, “Sum; Cerita dari Rantau”. Sum adalah sebuah monolog tentang kisah-kisah duka dan juga perjuangan para mantan perempuan buruh migran selama bekerja di rantau dan bagaimana mereka berhadapan dengan para “penagih pajak” sejak mereka menginjakkan kaki di tanah air, di bandara. Situasi ini ironis, mengingat bagaimana mereka selama ini diberi gelar sebagai “Pahlawan Devisa”.
Sebagai sebuah proyek teater, sejak tahun 2008-2011, ‘Sum; Cerita dari Rantau” bergulir ke berbagai tempat dan bentuk yang membawa saya pada banyak pengalaman berharga. Sebagai sebuah tawaran untuk meningkatkan kewaspadaan pada calon dan mantan buruh migran jika mereka akan berangkat (lagi) ke negara tujuan, “Sum; Cerita dari Rantau” yang dikemas dengan sederhana, diterima dengan baik dan mendapat respon yang positif dari para penonton dan pihak-pihak terkait yang waktu itu kami ajak bekerjasama.
Sebagai sebuah proyek teater, buat saya, “Sum; Cerita dari Rantau” ternyata masih belum selesai. Dia hanyalah sekelumit sisi dari isu buruh migran yang begitu rumit dan kompleks. Masih banyak sisi lain yang belum tergali. Dan saya masih penasaran.
Pertanyaannya kemudian adalah, dari sekian banyak sisi itu, apakah kiranya hal yang penting dan belum banyak dilihat dari isu buruh migran. Untuk mencari jawaban tersebut, selama beberapa bulan terakhir, saya berusaha “membaca” kembali bagaimana isu ini dibicarakan di banyak tempat. Saya melakukan sedikit penelusuran sejarah kemunculan migrasi di Indonesia, bertemu dengan orang-orang yang bekerja untuk isu ini dan melakukan serangkaian diskusi dengan mereka, dan juga melakukan riset literatur. Cukup lama buat saya memutuskan hal apa yang akan saya dalami, hingga bertemu dengan sebuah hasil penelitian dari tim peneliti FIB, Universitas Indonesia, tentang “Migrasi dan Identitas Budaya: Pemerolehan Modal Budaya Pekerja Migran Asal Indonesia”.
Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi perolehan budaya buruh migran dan melihat bagaimana perolehan ini dimanfaatkan dan dimaknai oleh pelaku maupun oleh masyarakat. Sebuah cara tatap, yang sejauh pengetahuan saya, jarang dibicarakan oleh mereka yang berkecimpung di dalam isu ini, bahwa buruh migran, dalam porsi tertentu, adalah juga agen budaya. Selama ini, isu buruh migran lebih banyak dibicarakan di dalam konteks ekonomi dan juga kekerasan yang mereka alami. Cara tatap yang ditawarkan penelitian ini menggerakkan saya, dan menjadi satu alternatif untuk memperluas horizon isu ini. Tentu saja, tanpa mengesampingkan banyak kasus yang masih saja terus berlangsung, saya juga ingin berkenalan kembali dengan isu ini dari perspektif yang berbeda. Karena saya percaya, semakin banyak perspektif yang kita gunakan untuk melihat suatu hal, akan semakin kaya wawasan dan pemahaman kita atas hal tersebut.
Yogyakarta, Mei 2013
B. Verry Handayani
Informasi lebih lanjut:
Lusia Neti Cahyani (manajer produksi): 0813 9200 9503
Email: garasi.teatergarasi.org
Website: www.teatergarasi.org
Tumblr: jangkarbabu.tumblr.com