A Sonic Theater Performance

GONG EX MACHINA

Kolaborasi Yasuhiro Morinaga dan Yudi Ahmad Tajudin

Co-produksi The Kingdom of Archipelago dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute

Gedung Kesenian Jakarta
29 dan 30 November 2018

Gong ex Machina
— a sonic theater performance —

adalah sebuah pertunjukan karya kolaborasi Yasuhiro Morinaga (seniman bunyi dan komposer musik) dengan Yudi Ahmad Tajudin (sutradara teater kontemporer), dan seniman-seniman lintas disiplin dari Indonesia: Mian Tiara, Gunawan Maryanto, Cahwati Sugiarto, Dwi Windarti, Wulang Sunu, Ignatius Sugiarto, MN Qomaruddin, dan Arsita Iswardhani.

Pertunjukan ini disebut ‘teater-bunyi’ (sonic theater) karena di dalam karya ini bunyi adalah yang utama. Peristiwa teater (gerak, imaji, narasi, emosi dan mungkin: makna) dalam pertunjukan ini diciptakan berdasarkan komposisi bunyi, bukan naskah lakon, dan juga akan menekankan dan mengembangkan kehadiran bebunyian yang jadi pijakannya.

Dengan kerangka seperti itu, pertunjukan ini akan dipentaskan dengan sistem tata suara 3D-immersive: sistem tata suara yang menempatkan keluaran (output) suara di seluruh ruangan teater (bukan hanya di panggung) sehingga kehadiran suara akan datang dari banyak arah, dari seluruh penjuru. Suara akan terdengar menyeluruh dan memenuhi ruangan di mana penonton berada. Sistem tata suara Gong ex Machina dirancang oleh penata suara kenamaan dari Jepang, Tetsushi Hirai.

Judul “Gong ex Machina” adalah permainan kata merujuk pada istilah teknis dalam teater Yunani Tua di sekitar abad 5 SM, Deus ex Machina, yang artinya kurang lebih: Dewa di dalam/melalui mesin. Istilah ini menunjuk pada teknik menghadirkan aktor yang berperan sebagai dewa ke atas panggung tragedi Yunani baik melalui alat seperti derek (crane), dari atas ke bawah, atau muncul dari bawah panggung melalui semacam pintu khusus (trap door) di lantai panggung. Karena itu, Gong ex Machina: Gong yang berada di dalam atau hadir melalui mesin.

Secara tematik “Gong ex Machina” bertolak dari refleksi atas hasil penelitian Yasuhiro Morinaga yang luas terhadap kebudayaan Gong di negara-negara Asia Tenggara. Salah satu temuan utama dari penelitian itu adalah bagaimana musik/bunyi dan instrumen Gong berfungsi sebagai medium komunikasi dengan entitas supra-natural (leluhur, dewa, tuhan), atau bahkan menjadi perwujudan entitas tersebut, di dalam ritual yang dilakukan di banyak kebudayaan di Asia Tenggara. Dewa di dalam/melalui gong.

Gong ex Machina juga bertolak dari sejarah pertemuan kebudayaan musik atau bunyi dengan teknologi perekam dan pemutar suara modern: phonograph, atau gramophone. Sebagaimana pertemuan dengan modernitas yang lain, dilatari revolusi industri dan kolonialime Eropa di abad 17-20, pertemuan dengan gramophone adalah kisah tentang perjumpaan yang tak sederhana; penuh distorsi dan manipulasi, di samping kisah perihal adaptasi dan apropiasi. Perjumpaan yang lalu mengubah cara kita mengalami dan memaknai musik, khususnya, atau bunyi secara umum.

Sebagai sebuah pertunjukan Gong ex Machina adalah semacam refleksi atas bagaimana bunyi/suara yang kita dengar ikut membentuk pengalaman dan pemaknaan kita atas dunia. Juga: tuhan/dewa yang manakah yang kita dengar dan menggerakkan kita?

—-

TIKET

Tiket bisa dipesan dan diperoleh melalui http://bit.ly/GongExMachina mulai tanggal 24 Oktober 2018.

Harga tiket pre-sale (dalam jumlah terbatas dan hanya tersedia hingga 7 November 2018):
– Class 1 Rp200.000,00
– Class 2 Rp100.000, 00

Harga tiket normal:
– Class 1 Rp250.000,00
– Class 2 Rp150.000,00
– Balcony Rp50.000,00

Untuk informasi lebih jauh seputar tiket dan pertunjukkan Gong ex Machina ini silakan hubungi narahubung kami: Mayasti +62 8222–1100–275