Pentas perdana: 23 – 24 Juni 2015 Pukul 20.30 WIB di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri/PKKH, Bulaksumur, UGM, Yogyakarta
Disutradarai oleh: Yudi Ahmad Tajudin.
Diciptakan secara bersama oleh: (dalam urutan alfabet) Ari Dwianto, Arsita Iswardhani, Erythrina Baskoro, Gunawan Maryanto, Ignatius Sugiarto, Jompet Kuswidananto, MN Qomaruddin, Naomi Srikandi, Sri Qadariatin, Ugoran Prasad, Vassia Valkanioti, Yennu Ariendra
Didukung oleh: Muh Rasyid Ridlo, Purwoko, Samuel Payo Sinuraya dan Warsito. Tata kostum: Gemailla Gea Geriantiana. Asisten Produser: Lusia Neti Cahyani
Produser:
Yudi Ahmad Tajudin
Diproduksi oleh: Teater Garasi/Garasi Performance Institute. Bekerja sama dengan: PKKH UGM. Didukung oleh: Bakti Budaya Djarum Foundation
TIKET
Presale: — sampai dengan 17 Juni 2015: Umum: Rp 50.000. Pelajar dan mahasiswa: Rp 25.000
Harga normal: 18 Juni 2015 — sampai hari pertunjukan: Umum: Rp 70.000 Pelajar dan mahasiswa: Rp 35.000.
Tempat terbatas: 200 penonton di setiap pertunjukan
Info dan pemesanan tiket: (Lusi) 0878 3929 8113
YANG FANA ADALAH WAKTU. KITA ABADI
Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi, selanjutnya disingkat YFaWKA, adalah karya pertunjukan terbaru Teater Garasi/Garasi Performance Institute yang bertolak dari pembacaan dan refleksi atas ihwal “tatanan” dan “berantakan” (order dan disorder).
Pertunjukan yang disutradarai Yudi Ahmad Tajudin ini adalah pengembangan dan penelusuran lebih jauh atas proyek seni kolektif Teater Garasi yang dilakukan sejak tahun 2008, di antaranya menghasilkan pertunjukan Je.ja.l.an dan Tubuh Ketiga, yang mencoba mempelajari bagaimana ledakan “suara” atau “narasi” (ideologis, agama, identitas) di Indonesia pasca 1998 menciptakan dan menyingkap ketegangan serta kekerasan—yang baru maupun yang terpendam.
Setelah menjelajahi serta menggelar isu dan tema di atas melalui pertunjukan Je.ja.l.an (2008) dan Tubuh Ketiga (2010), YFaWKA adalah perjalanan yang lebih reflektif, penelusuran yang lebih masuk ke dunia dalam (interior). YFaWKA ingin melihat serta mementaskan bagaimana situasi-situasi pasca 1998 di Indonesia mempengaruhi situasi dan formasi subjek(tifitas) baru. Dengan kata lain bagaimana ledakan suara atau narasi di Indonesia 1998 lalu menyela, mengganggu, mempengaruhi dan menggerakkan “subjek”.
Sebelum menemukan bentuk yang lebih lengkap yang akan dipentaskan pertama kali pada tanggal 23 dan 24 Juni, 2015 ini, penelusuran kami telah menghasilkan satu nomor pertunjukan pendek (30 menit), berjudul Sehabis Suara yang telah dipentaskan di Erasmus Huis, Jakarta, pada tanggal 26 Maret 2014 lalu. Pertunjukan work in progress ini merupakan bagian dari rangkaian acara Penyerahan Penghargaan Prince Claus oleh duta besar Kerajaan Belanda, His Excellency Tjeerd de Swan, pada Teater Garasi.
Pertunjukan versi awal itu mendapat sambutan hangat dari penonton dan media. Sambutan publik itu menjadi modal pendorong yang penting untuk melanjutkan penggarapan Sehabis Suara menjadi karya pertunjukan yang lebih dalam dan menyeluruh, dan berubah judul menjadi: Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi. Judul ini kami pinjam dari puisi Sapardi Djoko Damono (1978), karena judul tersebut kemudian kami rasa sangat mewakili karya ini.
Tinggalkan Balasan