KINEKLASSIK #4 : Distorted Images


Seri terakhir dari film-film klasik dunia, KINEKLASSIK #4: Distorted Images, adalah semacam kesimpulan dari seri-seri Kineklassik sebelumnya: penghargaan untuk Stanley Kubrick, melihat aspek-aspek realisme, dan menangkap narasi-narasi yang berbeda.

Di seri terakhir ini, akan memutarkan film-film klasik dengan sudut pandang yang sedikit terdistorsi. Film klasik bisa dibatasi oleh style, genre, tema (barat, detektif, drama, horror, dll.), tapi beberapa sutradara yang baik, bisa menemukan cara untuk mengubah paradigma, membawa penonton ke dimensi tak terduga lainnya dari sebuah film. KINEKLASSIK #4 akan memutar mahakarya dari 4 sutradara terkenal dan akan memberikan asupan otak yang menyenangkan.

Dengan Vertigo, oleh Alfred Hitchcock (1958), akan didapati sebuah thriller psikologis dan sebuah kisah tentang penghancuran maskulinitas, tentang ketakutan dan obsesi. Ini adalah film komersial Hollywood dengan twist yang telah mengilhami begitu banyak sutradara film (De Palma, Lynch, Marker, dll.).

Dalam genre film koboi Hollywood Johnny Guitar – Nicholas Ray (1954) datang seperti objek yang tak dikenal (Truffaut menyebutnya “seorang koboi yang palsu”), satu-satunya feminis barat, film yang indah dan ambigu ini pantas untuk (kembali) ditonton dengan seksama dalam konteks hari ini.

Kisah kejahatan kelam dari Akira Kurosawa, High and Low (Tengoku to Jigoku), 1963, dianggap sebagai salah satu karya terkuat Akira. Film ini diadaptasi dari sebuah novel Amerika, dengan struktur cerita yang kuat seperti Shakespeare, penyapuan simbolis dan historical. Alurnya membuat cerita berkembang secara organik dalam pikiran.

Blue Velvet karya David Lynch (1986) sebagai film terbaru dari keseluruhan seri ini adalah cara untuk mencari penyegaran dalam melihat sejarah film-film Hollywood. Melalui misteri dan kisah horor fisiologis yang aneh dan mengganggu ini, Lynch memberikan penghargaan kepada Hitchcock dengan cara khasnya melalui simbol, suara, dan penglihatan yang terdistorsi. Sisi gelap Hollywood.

Teater Garasi x SIMAMAT akan menutup seri ini dengan pemutaran penuh Histoire(s) du cinema dari Jean-Luc Godard (1980-1988), proyek video 8-episode dari 266 menit, dan salah satu film Godard yang paling kompleks, film-film ini menghadirkan pelacakan sejarah konsep sinema dan bagaimana kaitannya dengan abad ke-20. Ini merupakan kritik dari abad ke-20 dan bagaimana ia memandang dirinya sendiri melalui sinema. Karya ini dianggap sebagai karya yang paling penting dari periode akhir karir Godard. Karya ini akan diputar dengan kebebasan pada penonton untuk menontonnya secara integral atau sebagai instalasi video.

KINEKLASSIK #4
Teater Garasi x SIMAMAT

DISTORTED IMAGES
Kurator: Jean Pascal Elbaz

Kamis – Sabtu, 25–27 Oktober 2018
16.00 WIB – selesai
Studio Teater Garasi, Jl. Jomegatan No.164B, Yogyakarta

Kamis, 25 Oktober 2018
– Johnny Guitar, Nicholas Ray (1954, 110 min)
– Vertigo, Alfred Hitchcock (1958, 128 min)

Jumat, 26 Oktober 2018
– High and Low, Akira Kurosawa (1963, 143 min)
– Blue Velvet, David Lynch (1986, 120 min)

Sabtu, 27 Oktober 2018
– Histoire(s) du cinéma, Jean-Luc Godard (1980-1988, 266 min)

KINEKLASSIK

Pemilihan dari film-film yang akan diputar dalam KINEKLASSIK, tidak bermaksud untuk menelusuri secara teoritis sejarah sinema melalui karya utamanya, tetapi untuk menemukan atau (kembali) menemukan film-film yang penting dan terkadang diabaikan yang terus berdampak pada penonton saat ini dan merupakan karya referensi dalam dalam dirinya maupun dalam genre-nya.

Program KINEKLASSIK mengambil tema “Revisiting the Classics: Perjalanan melalui karya-karya sinema masterpiece dan film lainnya yang terabaikan” yang diselenggarakan dalam empat seri: Kubrick’s World, Different Faces of Realism in Cinema, All About Naration, dan Scorcese’s Universe.

KINEKLASSIK adalah bagian dari program Klub Tonton dan Periksa (KTP) Teater Garasi, yang bekerja sama dengan Jean-Pascal Elbaz sebagai kurator film dan SIMAMAT sebagai rekan diskusi dan pelaksanaan pemutaran film.

Gong ex Machina; A Sonic Theater Performance


Sebuah pertunjukan karya kolaborasi Yasuhiro Morinaga (seniman bunyi dan komposer musik, Jepang) dan Yudi Ahmad Tajudin (sutradara teater kontemporer, Indonesia).

Pertunjukan ini disebut ‘teater-bunyi’ karena di dalam karya ini bunyi adalah yang utama, bukan ilustrasi. Peristiwa teater (gerak, imaji, narasi, emosi dan mungkin: makna) dalam pertunjukan ini diciptakan berdasarkan komposisi bunyi, bukan naskah lakon, dan juga menekankan kehadiran serta makna dari (komposisi) bunyi tersebut.

Dengan kerangka estetika seperti itu, pertunjukan ini juga akan dipentaskan dengan sistem tata suara 3D-immersive: sistem tata suara yang menempatkan keluaran (output) suara di seluruh ruangan teater (bukan hanya di panggung) sehingga kehadiran suara akan datang dari banyak arah, dari seluruh penjuru. Suara akan terdengar menyeluruh dan memenuhi ruangan di mana penonton berada. Sistem tata suara pertunjukan Gong ex Machina dirancang oleh penata suara kenamaan dari Jepang, Tetsushi Hirai.

Judul “Gong ex Machina” disusun dengan kesadaran bermain-main dengan istilah teknis dalam konvensi pentas teater Yunani Tua pada sekitar abad 5 SM, Deus ex Machina, yang artinya kurang lebih: Dewa di dalam/melalui mesin. Istilah ini menunjuk pada teknik menghadirkan aktor yang berperan sebagai dewa ke atas panggung tragedi Yunani baik melalui alat seperti derek (crane), dari atas ke bawah, atau muncul dari bawah panggung melalui semacam pintu khusus (trap door) di lantai panggung. Perpaduan dan permainan kata dalam judul Gong ex Machina, kemudian bisa diterjemahkan menjadi: Gong yang berada di dalam atau hadir melalui mesin.

Secara tematik “Gong ex Machina” bertolak dari refleksi atas hasil penelitian Yasuhiro Morinaga yang luas dan mendalam terhadap kebudayaan Gong di negara-negara Asia Tenggara. Salah satu temuan utama dari penelitian itu adalah bagaimana musik/bunyi dan instrumen Gong berfungsi sebagai medium komunikasi dengan entitas supra-natural (leluhur, dewa, tuhan), atau bahkan menjadi perwujudan entitas tersebut, di dalam ritual yang dilakukan di banyak kebudayaan di Asia Tenggara. Dewa di dalam/melalui gong.

Pertunjukan teater bunyi (sonic theater performance), karya kolaborasi Yasuhiro Morinaga dan Yudi Ahmad Tajudin, serta penata suara ternama dari Jepang dan seniman-seniman lintas disiplin lain dari Indonesia, Gong ex Machina, akan dipentaskan pada tanggal 29 – 30 November, 2018.

Produksi bersama Teater Garasi/Garasi Performance Institute dan The Kingdom of Archipelago.

Untuk informasi lebih jauh, nantikan kabar dari Teater Garasi selanjutnya.

Pentas AntarRagam 2018 Seri II: Festival Nubun Tawa


Nubun Tawa Festival Seni dan Budaya Flores Timur resmi dibuka Jumat, 5 Oktober 2018, dengan ditandai penyalaan obor oleh Bupati Flores Timur kepada 7 Kepala Desa.

Rangkaian pentas seni tradisi dan pertunjukan budaya Lewolema, di desa Bantala, membuka Festival Nubun Tawa, festival seni budaya berbasis masyarakat Flores Timur. Selepas terang festival bergerak ke bukit Eta Kenere, menggelar serangkaian pentas dari Darlene Litaay (Papua), Iwan Dadijono (Yogyakarta), Kung Opa (Larantuka) dan Veronika Ratumakin (Adonara), dan diakhiri dengan tari pergaulan “Dolo-dolo” dari warga desa Bantala.



Festival Nubun Tawa merupakan bagian dari program AntarRagam (Performing Differences). Bekerja sama pemerintah daerah,mitra Teater Garasi di kota Larantuka merespon dan menyegarkan Festival Seni dan Budaya Flores Timur yang telah menjadi agenda tahunan Dinas Pariwisata Flores Timur selama ini. Festival Nubun Tawa diselenggarakan di Kecamatan Lewolema, dirancang bersama-sama antara komunitas anak muda, masyarakat desa, dan pemerintah daerah Flores Timur, sebagai upaya untuk menghidupkan dan menjaga budaya sebagai perekat keberagaman di bumi Lamaholot. Keterlibatan komunitas/masyakarakat di 7 desa di Kecamatan Lewolema menjadi salah satu upaya untuk mengembangkan Festival Seni dan Budaya Flores Timur menjadi festival berbasis masyarakat/komunitas.

Agenda festival Sabtu, 6 Oktober 2018: Pameran Tattoo Tradisional Budaya Lewolema, Teater Basa Tupa di Desa Riangkotek, Diskusi Budaya Lamaholot (Lewolema) di Desa Riangkotek, karnaval budaya, upacara Lodo Ana, musik akustik Rumbu Rampe & Ivan Nestoman, monolog oleh Ruth Marini saat matahari tenggelam di pinggir Pantai Kawaliwu.

Festival Nubun Tawa berlangsung hingga 7 Oktober 2018 dengan berbagai macam seni tradisi dan upacara adat Lamaholot, serta pertunjukan-pertunjukan seni lainnya.



__

Nubun Tawa Festival Seni dan Budaya Flores Timur telah usai setelah berlangsung dengan meriah selama 3 hari dari tanggal 5 hingga 7 Oktober 2018, di 7 desa di Kecamatan Lewolema, Flores Timur.

Ucapan terima kasih atas undangan dan kepercayaan pada Teater Garasi untuk ikut merancang serta mewujudkan festival seni dan budaya berbasis masyarakat ini, ingin Teater Garasi haturkan kepada: Bapak Bupati dan Wakil Bupati, Kepala Dinas Pariwisata dan seluruh jajarannya, serta seorang aktivis seni dan budaya di Flores Timur yang tangguh, saudara Silvester Hurit. Juga pada rekan Frano Tukan yang membantu mempertemukan kami dengan pemerintah daerah Flores Timur.

Teater Garasi juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Selvi, Mance, Ipung dan rekan-rekan komunitas Cisil Ina Galekat (CIG-Larantuka) yang lain, yang dengan penuh semangat ikut mendukung kerja persiapan dan pelaksanaan Festival Nubun Tawa.

Apresiasi setingginya juga ingin Teater Garasi haturkan kepada segenap warga desa Bantala, Riangkotek, Kawaliwu, Balukhering dan Ile Padung yang dengan antusias menyambut kerangka festival yang mendasarkan diri pada keterlibatan mereka, warga-masyarakat, dan bergotong royong dengan swadaya dalam menyiapkan dan melaksanakan acara-acara festival yang berlangsung di desa mereka. Teater Garasi belajar banyak perihal kekuatan keragaman seni budaya dalam menghadapi dan membangun dialog dengan perubahan-perubahan dunia.

Terima kasih, dan selamat. Pai Taan Tou!

Workshop Sonic Willderness


Sonic Wilderness
merupakan praktik terbuka yang membawa musisi, seniman, akademisi, dan siapapun yang mempunyai ketertarikan, untuk terlibat secara bebunyian dengan alam dan ruang publik.

Penekanan praktik ini adalah pada mendengarkan, berinteraksi, berkolaborasi, dan bermain bersama dengan bunyi apapun yang dapat ditemukan dengan menjelajahi ruang-ruang.

Inisiatif ini diinisiasi oleh seniman Antye Greie-Ripatti (AGF) dan telah diadakan di berbagai lokasi dan wilayah sejak tahun 2011. Di Yogyakarta, Sonic Wilderness berfokus pada praktisi musik wanita.

Lima seniman/proyek perempuan dari berbagai disiplin dan negara yang telah diundang untuk bekerja sama: Asa Rahmana (ID), Ayu Saraswati (ID), Joee and I (PH), Menstrual Synthdrone (ID) dan Sarana (ID).

Pada hari Minggu, 7 Oktober 2018, dilangsungkan workshop terbuka untuk umum dengan mengundang seniman perempuan potensial, praktisi musik, mahasiswa, dan penonton yang tertarik untuk bergabung bersama partisipan Sonic Wilderness. Workshop terbuka ini berlangsung dari pukul 16.00 – 18.00 WIB di studio Teater Garasi.

Workshop dimulai dengan perkenalan, instruksi sederhana dan latihan kolaboratif. Dalam workshop ini para peserta dipersilahkan, namun tidak wajib, untuk membawa alat/instrumen musik kecil.

Teater Garasi/Garasi Performance Institute turut berduka dan berdoa untuk korban bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sigi dan Donggala. Bagi rekan-rekan yang ingin ikut meringankan beban saudara-saudara kita di sana, donasi bisa disalurkan melalui tautan rekan-rekan kelompok seniman yang melakukan penggalangan bantuan berikut ini dari LIFEPATCH dan FORUM SUDUT PANDANG.


Diambil dari akun Instagram LIFEPATCH (@lfptch):
Bersama ini, kami berinisiatif untuk menggalang bantuan bagi warga di Palu. Bantuan yang akan disalurkan berupa powerbank tenaga surya dan penerangan darurat tenaga surya.
Bantuan akan kami salurkan melalui teman-teman Forum Sudut Pandang (@forumsudutpandang) yang berbasis di Palu dan Muhammad Rais (@ricedoank) yang akan mendistribusikan logistik dari Makassar.

Demi pencatatan, kami mohon untuk melakukan konfirmasi pengiriman dana dengan mengirimkan bukti transfer lewat WhatsApp ke nomor 0817 547 1005 (Ucok). Kami akan merahasiakan nama kawan-kawan yang tidak ingin disebutkan namanya.


Diambil dari akun Instagram FORUM SUDUT PANDANG (@forumsudutpandang):
Halo teman-teman semua kami @indorelawan @pamfletgenerasi & @forumsudutpandang bermaksud menggalang bantuan untuk membantu masyarakat Palu dalam pemulihan pasca gempa-tsunami.

Bantuan ini akan kami salurkan melalui @forumsudutpandang yang membuka posko di Kota Palu.

Mempertimbangkan faktor keamanan, bantuan tunai diutamakan untuk membeli kebutuhan di pasar-pasar yang sudah mulai buka di Palu.

Bantu Palu demi pemulihan yang cepat!

Salurkan bantuan dengan berdonasi melalui:
Pamflet
Mandiri a/n Perkumpulan Pamflet Generasi
127-000-6828-238
Forum Sudut Pandang
BCA a/n Rahmadiyah Tria Gayathri
7920-629-878

Konfirmasi bantuan melalui sms ke:
Rizki (0821-3635-5471)
Konfirmasi Transfer: (Nama)-(Rekening & Nama Bank)-(Jumlah Donasi)

Update distribusi bantuan akan dilakukan melalui akun instagram @forumsudutpandang. Forum Sudut Pandang adalah komunitas seniman muda di Palu yang fokus pada isu sosial dan budaya.

#palukuat #lfptch #prayforpalu #forumsudutpandang